Apakah faktur atau invoice/tagihan yang diberikan kepada debitur tapi tetap tidak dibayarkan oleh debitur sudah cukup membuktikan bahwa utang debitur telah jatuh tempo dan bisa ditagih menurut UU Kepailitan?
Jawab:
Intisari:
Adanya faktur atau invoice/tagihan yang diberikan kepada debitur belum cukup membuktikan bahwa debitur telah lalai/jatuh tempo, kecuali di dalam invoice tersebut diperjanjikan waktu tertentu sebagai tanggal jatuh tempo faktur dan invoice tersebut. |
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 27 tahun 2004 tentan Kepailitan (UU Kepailitan) menyatakan:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan:
“Yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase”.
Idealnya, waktu jatuh tempo itu ditentukan atau diatur di dalam perjanjian. Namun bila tidak diatur di dalam perjanjian maka belum cukup debitur itu dinyatakan sudah jatuh tempo dengan hanya mengirimkan invoice atau tagihan.
Oleh karenya yang harus dilakukan untuk menyatakan utang debitur telah jatuh tempo adalah dengan mengirimkan somasi yang berisi tanggal jatuh tempo bagi debitur untuk segera membayar utangnya atau dicantumkan tanggal jatuh tempo di dalam invoice. Bila debitur tetap tidak membayar utangnya sebagaimana tanggal jatuh tempo yang ditentukan dalam somasi atau invoice maka utang debitur sudah bisa dikatakan jatuh tempo dan dapat ditagih.
Hal ini juga sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 120 PK/PDT.SUS/2007 yang kaidah hukumnya menyatakan:
“Tidak adanya bukti somasi dan tanggal jatuh waktu, berarti belum terbukti adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang No. 37 tahun 2004.”
Sekian semoga bermanfaat.
About The Author
Boris Tampubolon
Boris Tampubolon, S.H. is an Advocate and Legal Consultant. He is also the Founder of Law Firm Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. He made this website with the aim to provide all information related of law, help and defend you in order to solve your legal problem.